SILENCE DAN SALIB UNTUK MELAWAN DERITA


Image may contain: one or more people, outdoor and nature

(Tentang Penderitaan - Bagian Dua)

     Padre Rodrigues menulis surat kepada pemimpinnya tentang umat Nasrani di Jepang yang mengalami penyiksaan: These people are the most devoted of God’s creatures on earth. Father Valignano, I confess, I began to wonder. God sends us trials to test us, and everything He does is good. And I prayed to undergo trials, like his Son. But why must their trial be so terrible? And why, when I look in my own heart, do the answers I give them seem so weak?
     Pada kesempatan yang lain, Padre Rodigues berkata kepada seorang Nasrani bernama Mokichi, "Imanmu memberikan kekuatan padaku." Mokichi menjawab, "Cintaku pada Tuhan begitu kuat. Apakah itu sama dengan iman?" Mokichi, pada akhirnya mati disalib karena cinta (atau iman) itu.
     Paul Budi Kleden (2006) menulis bahwa iman tidak bermula dari kekosongan atau pengalaman kekecewaan. Iman selalu mengandaikan pengalaman kedekatan dengan Allah, dan di dalamnya terkandung janji. Janji ini melahirkan harapan, sehingga penderitaan hanyalah belum terpenuhinya janji Allah.
     Pengalaman kedekatan dengan Allah menjadi latar yang kuat untuk menunjukkan bahwa penderitaan adalah kenyataan ditinggalkan oleh Allah. Allah sendiri menderita karena Dia mencinta. Jika manusia dalam penderitaannya dapat mempertahankan identitas dirinya sebagai yang dicintai Allah, dia akan menderita karena Allah.
     Jika Allah begitu mencintai manusia sehingga rela menderita, martabat manusia tentulah sangat bernilai. Inilah tumpuan untuk berjuang mempertahankan hidup di tengah pengalaman ketiadaan makna hidup. Salib tidaklah pertama-tama menjadi undangan untuk menerima penderitaan, melainkan berjuang melawan penderitaan.
     Pilihan yang konsisten dari suatu sikap resisten terhadap penderitaan adalah bersedia menderita. Resistensi terhadap penderitaan serta upaya untuk bangkit dari keterpurukan itu sendiri adalah tanda kehadiran Allah.
     Keterlibatan Allah dalam penderitaan menempatkan penderitaan itu pada satu horizon harapan, bahwa penderitaan akan berakhir.

Referensi: Membongkar Derita. Teodice: Sebuah Kegelisahan Filsafat dan Teologi (Paul Budi Kleden SVD, Ledalero, 2006)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kartini

Pencitraan

SILENCE DAN GUGATAN TERHADAP ALLAH (DAN MANUSIA)