Peringatan Hari Pangan Sedunia 2008

Mengubah Lingkaran Setan Menjadi Lingkaran Rahmat

Kita membutuhkan pangan untuk hidup. Dalam memenuhi kebutuhan pangan ini, banyak cara yang kita lakukan; dari yang mulia hingga yang justru merendahkan martabat kita sendiri. Inilah yang akan kita coba refleksikan melalui tema Hari Pangan Sedunia (HPS) 2008, yakni Hak Atas Pangan: Ketahanan Pangan & Lingkungan Hidup.

Tema tersebut jelas menyatakan keterkaitan antara ketahanan pangan dan lingkungan hidup. Apa yang selama ini telah kita lakukan sehubungan dengan kedua hal itu? Sungguhkah kita telah menjaga keharmonisan hubungan antara ketahanan pangan & lingkungan hidup? Ataukah kita justru merusak hubungan di antara keduanya?

Sebuah Lingkaran Setan
Ketahanan pangan (food security), menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Thn. 2002 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan dibentuk oleh beberapa faktor ini: produksi pangan, lumbung/simpanan pangan, distribusi/penyebaran pangan, dan harga pangan yang terjangkau.

Dalam banyak hal, kita telah melakukan hal-hal ceroboh untuk mencapai ketahanan pangan itu. Untuk menggenjot produksi pangan misalnya, kita gunakan aneka pupuk kimiawi dengan dalih intensifikasi lahan. Akibatnya, lahan pertanian menjadi berkurang kesuburan alaminya, bahkan rusak karena pasokan bahan-bahan kimiawi secara terus-menerus.

Selain penggunaan pupuk kimia, kita juga memakai pestisida untuk mengendalikan hama tanaman. Penggunaan pestisida yang terus-menerus ternyata berdampak pada kerusakan ekosistem.

Demi meningkatnya jumlah produksi pertanian, hutan-hutan diubah menjadi lahan pertanian. Padahal, hutan mempunyai fungsi untuk mengikat air di dalam tanah. Air tanah merupakan jaminan ketersediaan air pada musim kemarau. Akibat berubahnya fungsi hutan, kemarau panjang seringkali mengakibatkan gagal panen.

Selain beberapa hal tersebut, ada satu hal penting yang memberikan pengaruh terhadap kondisi pertanian kita: berubahnya iklim. Karena aktivitas manusia yang kurang mengindahkan kelestarian alam, banyak hal negatif yang kita tuai sebagai akibatnya. Bukan hanya sekadar kerusakan hutan atau berkurangnya air tanah, kita menghadapi perubahan iklim dunia. Perubahan iklim itu ditandai oleh meningkatnya suhu permukaan bumi, makin panjangnya musim kemarau dan makin pendeknya musim hujan, perubahan cuaca secara ekstrem. Perubahan iklim ini dapat mempengaruhi pola pertanian & produksi pangan, sehingga diramalkan pada 30 tahun mendatang akan terjadi kelangkaan pangan yang luar biasa.

Belajar dari Kearifan Masa Lalu
Sebagai umat beriman, menyadari beragam situasi tersebut, barangkali akan timbul pertanyaan di dalam hati kita: inikah dunia yang Allah ciptakan? Inikah dunia yang dianugerahkan Allah bagi semua orang? Dalam situasi dunia yang memprihatinkan tersebut, masihkah orang dapat memuji dan memuliakan Allah, Sang Pencipta?

Kita membaca dalam Kitab Kejadian (Kej 1:1-31-2:1-3), bahwa Allah menciptakan alam dan segala isinya bagi kebaikan/kesejahteraan semua makhluk. Alam beserta isinya itu hendaklah diusahakan secara bijaksana agar mampu menjamin keberlangsungan hidup seluruh ciptaan. Artinya, seluruh isi dunia mempunyai kaitan satu sama lain untuk mencapai suatu keadaan harmoni. Manusia, meskipun diciptakan secara istimewa, bukan berarti menjadi ciptaan yang paling diistimewakan. Manusia berdiri sejajar dengan ciptaan lain, mempertahankan kehidupan. Dari berbagai fenomena kerusakan alam, kita belajar bahwa ketika alam menjadi rusak, hidup manusia pun terancam.

Merefleksikan kisah penciptaan dunia, tak heran jika kita menemukan kearifan-kearifan hidup masyarakat zaman dahulu. Kita membaca dalam Kitab Keluaran 23:10-11, juga Imamat 25:1-7, bahwa tanah hendaknya diistirahatkan setiap tujuh tahun masa tanam. Perikop Kitab Suci ini mengajarkan kepada kita untuk menghargai tanah. Tanah bukan hanya sekadar objek yang harus terus-menerus dipacu untuk menghasilkan pangan yang mengenyangkan manusia. Yang kita lakukan bahkan telah melampaui batas kemampuan tanah untuk bertahan: cekokan pupuk kimia dan siraman pestisida. Alam menderita. Ketika alam menderita, manusia pun ikut menderita.

Berhadapan dengan kerusakan lingkungan yang pada akhirnya ternyata mengancam produksi pangan, apa yang dapat kita perbuat? Masihkah kita mempunyai harapan untuk memperbaiki semuanya, mengembalikan dunia pada tujuan penciptaannya yang semula? Dalam situasi ini, betapa menyejukkan sabda Yesus sendiri, ”Aku datang ke dunia bukan untuk menghakiminya, melainkan untuk menyelamatkannya!” (bdk. Yohanes 12:47). Inilah panggilan bagi kita semua. Sama seperti Yesus telah menyelamatkan dunia melalui karya-karya-Nya, kita pun diajak untuk menyelamatkan dunia melalui karya-karya kita.

Bersama Menjalin Lingkaran Rahmat
Dari mana kita akan mulai? Tampaknya, pertanyaan itu seringkali muncul tatkala kita menghadapi suatu situasi yang kompleks dan rumit. Dalam soal pangan dan lingkungan hidup, tak bisa tidak, dibutuhkan suatu gerakan promosi & penyadaran. Sekolah-sekolah misalnya, menyelenggarakan pendidikan lingkungan hidup bagi anak-anak melalui penanaman pohon. Sedari kecil, diharapkan anak-anak memiliki kepekaan terhadap lingkungan hidupnya sendiri. Bagi mereka yang telah dewasa, skala gerakan promosi & penyadaran dapat menjadi lebih besar: penghijauan lahan tandus, promosi pangan lokal, atau perubahan gaya hidup keseharian dari yang merusak lingkungan menjadi ramah lingkungan.

Selain gerakan promosi & penyadaran, dapat juga dilakukan pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam hal pelatihan pertanian organik (pertanian tanpa pupuk kimia & pestisida), pengolahan pangan, penganekaragaman pangan, juga pelatihan peternakan dan perikanan. Diharapkan, melalui program ini, masyarakat terpacu untuk menjadi produsen pangan yang sehat & berkualitas, bukan sekadar konsumen yang abai pada persoalan produksi pangan & kualitasnya. Pengembangan SDM juga meliputi aktivitas pemberdayaan ekonomi melalui lembaga keuangan mikro seperti lembaga kredit dan koperasi.

Untuk menjamin tercukupinya kebutuhan pangan, selain upaya-upaya produksi pangan, dapat pula dilakukan gerakan kepedulian pangan terutama bagi mereka yang miskin & terlantar. Perhatian pada soal distribusi bahan pangan, maupun gerakan solidaritas pangan berupa pengumpulan dana atau pemberian bantuan pangan, dapat menjadi suatu gerakan yang sangat meringankan beban penderitaan sesama kita. Dalam hal ini, kita belajar bahwa pangan tak cukup hanya diproduksi, tetapi juga perlu didistribusikan secara adil & berkemanusiaan.Semoga, semua hal baik yang boleh kita lakukan ini dapat mengembalikan dunia pada tujuan penciptaannya yang mulia.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari Kartini

SILENCE DAN ALLAH YANG MELAWAN ALLAH

Selama Kita (Masih) Manusia...